jump to navigation

Aspek Hukum Pelayanan Kesehatan di Sarana Kesehatan Swasta Maret 18, 2008

Posted by teknosehat in HUKUM KESEHATAN, Pelayanan Kesehatan.
comments closed

Aspek Hukum Pelayanan Kesehatan di Sarana Kesehatan Swasta
dr. D.S. Senjaya, M.H.(Kes)

Menurut UU no.36/2009, kesehatan dibagi menjadi dua unsur yaitu upaya kesehatan & sumber daya kesehatan. Yang dimaksud dengan sumber daya kesehatan, terdiri dari sumber daya manusia kesehatan (tenaga kesehatan yaitu antara lain dokter, apoteker, bidan, & perawat), juga sarana kesehatan (antara lain rumah sakit, puskesmas, klinik, & tempat praktik dokter).
Pemeliharaan kesehatan & pelayanan kesehatan adalah dua aspek dari upaya kesehatan, istilah pemeliharaan kesehatan kesehatan dipakai untuk kegiatan upaya kesehatan masyarakat & istilah pelayanan kesehatan dipakai untuk upaya kesehatan individu. Jadi, pelayanan kesehatan merupakan bagian dari pelayanan kesehatan yang melibatkan antara tenaga kesehatan (antara lain dokter) dengan pasien & arana kesehatan (antara lain yang dimiliki swasta). Keterkaitannya selain hubungan medik juga hubungan hukum. Oleh karena itu, hal ini perlu diketahui & dipahami menurut  aspek hukum oleh tenaga kesehatan & masyarakat luas.
Sarana kesehatan swasta (SKS) merupakan obyek hukum sedangkan subyek hukumnya adalah dokter & pasien. Hubungan hukum akan terjadi bila seorang pasien datang ke sarana kesehatan swasta untuk berobat. Hubungan hukum antara dokter, pasien, & sarana pelayanan kesehatan swasta berbentuk perikatan untuk berbuat sesuatu, yang dikenal sebagai jasa pelayanan kesehatan. Pasien adalah pihak penerima jasa pelayanan kesehatan & dokter serta SKS adalah pihak-pihak yang memberi pelayanan kesehatan.
Hubungan hukum adalah ikatan antara subyek hukum dengan subyek hukum. Hubungan hukum ini selalu meletakan hak & kewajiban yang timbal balik, artinya hak subyek hukum yang satu menjadi kewajiban subyek hukum yang lain, demikian juga sebaliknya. Hubungan hukum dalam bidang hukum perdata dikenal sebagai perikatan (verbintenis).
Hubungan antara dokter & pasien selain hubungan medik, terbentuk pula hubungan hukum. Pada hubungan medik, hubungan dokter & pasien adalah hubungan yang tidak seimbang, dalam arti pasien adalah orang sakit yang awam & dokter adalah orang sehat yang lebih tahu tentang medis. Namun dalam hukum terdapat hubungan yang seimbang, yakni hak pasien menjadi kewajiban dokter & hak dokter menjadi kewajiban pasien & keduanya merupakan subyek hukum.
Hubungan hukum antara dokter & pasien dapat berbentuk perikatan yang lahir karena perjanjian & dapat berbentuk perikatan yang lahir karena UU. Contoh hubungan hukum dokter & pasien yang lahir karena perjanjian, adalah apabila pasien datang ke tempat praktik dokter, yang melakukan penawaran jasa pelayanan kesehatan dengan memasang papan nama, dalam arti pasien menerima penawaran dari dokter, maka terbentuklah perikatan yang lahir karena perjanjian.
Perikatan antara dokter & pasien yang lahir karena UU, apabila dokter secara sukarela membantu orang yang kecelakaan pada saat dokter tersebut sedang melintas di tempat terjadinya kecelakaan tersebut. Tanpa ada perintah atau permintaan dari siapapun dokter berkewajiban melakukan pertolongan sampai orang tersebut atau keluarganya dapat mengurusnya.
Hubungan hukum antara SKS & pasien tergantung dari hubungan antara dokter dengan SKS tersebut. Apabila terdapat kerugian yang diderita pasien karena pelayanan kesehatan yang didapat, akan terdapat dua perjanjian, yaitu dengan SKS & dokter yang mengobatinya.
Maka pasien harus mencari tahu terlebih dahulu, siapa yang melakukan kesalahan yang menimbulkan kerugian bagi pasien. Apabila kesalahan dilakukan oleh SKS, maka pasien hanya menggugat SKS. Tapi, apabila kesalahan oleh dokter yang mengobati maka pasien hanya harus menggugat dokter tersebut. Dalam arti salah alamat kalau pasien menggugat SKS. Begitu pula kalau kesalahan dibuat oleh baik SKS ataupun dokternya maka gugatan harus ditujukan kepada keduanya.
Peristiwa hukum yang dapat terjadi di SKS adalah bilamana pasien merasa dirugikan oleh pihak SKS atau dokter yang sedang bertugas di SKS tersebut. Namun dapat saja terjadi di bagian lain misal bagian farmasi & sebagainya.

Kesimpulan
Pelayanan kesehatan adalah kebutuhan pokok manusia, agar dapat hidup dalam keadaan sehat, baik jasmani maupun rohani. Oleh karena itu diperlukan kerjasama antara ketiga komponen yaitu dokter, pasien & SKS sebagai sarana pelayanan kesehatan.
Hubungan hukum atau perikatan antara ketiga komponen dalam pelayanan kesehatan, dapat lahir karena perjanjian & karena UU. Hubungan hukum antara dokter & pasien kebanyakan lahir karena perjanjian, hanya sedikit yang lahir karena UU.
Akhirnya disarankan agar ketiga komponen diatas mengetahui & memahami segala aspek hukum pelayanan kesehatan agar ketiga aspek tersebut menjadi harmonis & berjalan beriringan agar tidak terjadi hal-hal yang sangat tidak diinginkan.

Persetujuan Tindakan Medik Maret 15, 2008

Posted by teknosehat in HUKUM KESEHATAN, Pelayanan Kesehatan, Tenaga Kesehatan.
add a comment

Persetujuan Tindakan Medik
Dr. Wila Ch. Supriadi, S.H.
Guru Besar Hukum Kesehatan Unika Parahyangan Bandung

Hubungan pasien, dokter & rumah sakit (RS), selain berbentuk sebagai hubungan medik, juga berbentuk sebagai hubungan hukum. Sebagai hubungan medik, maka hubungan medik itu akan diatur oleh kaidah-kaidah medik; sebagai hukungan hukum, maka hubungan hukum itu akan diatur oleh kaidah-kaidah hukum.
Salah satu lembaga hukum yang ada dalam hubungan hukum antara dokter, pasien & RS adalah apa yang dikenal dengan lembaga persetujuan tindakan medik (informed consent). Pada tahun 2008, telah diberlakukan Permenkes no.290/2008 tentang persetujuan tindakan medik.
Kaidah-kaidah hukum yang ada di dalam Permenkes no.290/2008 itu, karena baru beberapa tahun diterapkan, masih seringkali membingungkan, baik bagi dokter maupun bagi pasien. Sebenarnya, kaidah-kaidah hukum yang ada di dalam Permenkes no.290/2008 itu sangat sederhana, tetapi permasalahannya kaidah-kaidah yang ada di dalam Permenkes no.290/2008 masih saja sering disalah artikan. Selain itu, masih banyak hal yang belum diatur dalam Permenkes no.290/2008 itu, sehingga menimbulkan keraguan.
Dalam istilah informed consent, secara implisit tercakup tentang informasi & persetujuan (consent), yaitu persetujuan yang diberikan setelah pasien informed (diberi informasi). Dapat dikatakan informed consent adalah “persetujuan yang diberikan berdasarkan informasi”. (lebih…)